Hukum Internasional : Konvensi Hukum Laut Internasional tentang ZEE
Pengaturan hukum laut internasional secara sah diundangkan dalam UU nomor 17 tahun 1985. Hal ini dilakukan seiring dengan disadarinya keperluan uu tersebut dalam pelayaran internasional. Sebagaimana yang tertuang dalam UU nomor 17 Tahun 1985 bahwa konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Corvantion On The Law Of The Sea), jika ditinjau dari isinya maka dapat sdirinci sebagai berikut :
- sebagian merupakan todifikasi ketentuan-ketentuan hukum di laut lepas dan hak lintas damai laut internasional
- sebagian merupakan pengembangan hukum laut yang sudah ada, misalnya ketentuan mengenai lebar laut teritorial menjadi maksimum 12 mil dengan kriteria landas kontinen
- sebagian merupakan rezim-rezim hukum baru, seperti asas negara kepulauan, zona ekonomi eksklusif dan penambangan di dasar laut internasional
Dengan begitu, maka manfaat yang dapat dirasakan antara lain :
- Menghilangkan penafsiran dari masing-masing negara tentang masalah kelautan,
- Menghilangkan bentuk-bentuk peraturan yang semata-mata untuk kepentingan negara tertentu.
- Timbulnya keseragaman dalam peraturan masalah kelautan dengan pedoman pada Hukum Internasional yang berlaku
- Bagi negara pemakai fasilitsa lautan dapat berpegang pada pedoman Hukum Internasional yang ada.
- Timbul hak-hak dan kewajiban-kewajiban baru.
konvensi laut ini digunakan sebagai landasan bagi setiap negara oantai dalam mengatur kelautannya. dan konvensi ini mengikat bagi negara-negara pantai maupun negara yang memanfaatkan fasilitas pantai termasuk Indonesia.
dengan kepulauan dapat menarik garis dasar/pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar sebuah kepulauan, dengan ketentuan :
a. Di dalam garis dasar/pangkal demikian termasuk pulau-pulau utama dan suatu daerah daratan di mana perbandingan antara daerah perairan dan daerah daratan termasuk atol adalah antara 1:1 dan 9:1
b. Panjang garis dasar/pangkal demikian tidak boleh melebihi 100 mil laut, kecuali hingga 3% dari jumlah garis dasar/pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga pada suatu kepanjangan maksimum 125 mil laut.
c. Penarikan garis dasar/pangkal demikian tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum negra kepulauan.
Negara kepulauan berkewajiban menetapkan garis-garis dasar/pangkal kepulauan pada peta dengan skala yang dapat menggambarkan posisinya, dan salinannya dikirim pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa
Sumber :
Subagyo, P. Joko. 1993.Hukum Laut Indonesia.Rineka Cipta:Jakarta
Comments
Post a Comment