Posts

Showing posts from December, 2018

Hukum Pidana : Hukuman Korupsi di Indonesia

Terminologi korupsi berasal dari bahasa Belanda ( Corruptie ) yang dapat diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian. Berdasarkan UU No 31 tahun 1999 j.o UU No 20 tahun 2001, tindak pidana korupsi digolongkan menjadi 7 kategori : 1.       Perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian keuangan negara/perekonomian negara (Pasal 2 dan Pasal 3) 2.       Suap menyuap (Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c dan d, serta Pasal 13) 3.       Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10 huruf a, b dan c) 4.       Pemerasan (Pasal 12 huruf e, g dan f) 5.       Perbuatan curang (Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c dan  d, Pasal 12 huruf h) 6. ...

Hukum Pidana : Alasan Penghapus Pidana menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana Indonesia

Untuk mengawali pembahasan mengenai alasan penghapus pidana, perlu dibahas dahulu mengenai elemen perbuatan pidana. Seseorang dapat dikatakan melakukan suatu tindak pidana apabila perbuatan tersebut memenuhi unsur delik, dan dapat dipertanggungjawabkannya suatu tindak pidana (melawan hukum, dan merupakan perbuatan tercela). Sebagai parameter apakah suatu perbuatan dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, mengacu pada ada tidaknya alasan pembenar dan atau alasan pemaaf. Suatau alasan pembenar yaitu alasan yang dapat menghapuskan sifat “melawan hukum” dari suatu perbuatan. Antara lain : Pembelaan terpaksa (pasal 49 KUHP), melaksanakan perintah undang-undang (pasal 50 KUHP) dan melaksanakan perintah jabatan (pasal 51 KUHP). Sedangkan alasan pemaaf, adalah alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat atau dalam kata lain pembuat kesalahan tidak dapat dicela namun perbuatannya tetap melawan hukum. Alasan tersebut antara lain : tidak mampu bertanggungjawab (pasal 44 KUHP), nood...

Hukum Dagang : Pengertian Tindak Pidana di Bidang Pasar Modal

Berdasarkan UU No. 8 tahun 1995  tentang Pasar Modal, secara garis besar kejahatan di bidang pasar modal terbagi menjadi : 1. Penipuan 2. Manipulasi pasar 3. Insider Trading (Perdagangan orang dalam) 1. Penipuan  Menurut pasal 90 UU no 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal,setiap pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang untuk  : a.     Menipu atau mengelabui Pihak lain dgn menggunakan sarana dan atau cara apapun; b.     Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; c.      Membuat pernyataan tdk benar mengenai fakta yg material atau tdk mengungkapkan fakta yg material agar pernyataan yg dibuat tdk menyesatkan mgni kead. yg tjd pd saat pernyataan dibuat dgn maksud utk menguntungkan atau menghindarkan kerugian utk diri sendiri atau Pihak lain atau dgn tujuan mempengaruhi Pihak lain utk membeli atau menjual Efek 2. Manipulasi Pasar Pasal 92 dan 93 UU Pasar Modal 93 melarang piha-p...

Hukum Internasional : Pengertian Konsep Exhaustion of Local Remedies

Dalam Hukum Internasional, khususnya dalam dunia diplomatik konsep Exhaustion Local Remedies dikenal sebagai doktrin yang mengharuskan dilampauinya terlebih dahulu penggunaan elemen hukum dan kelembagaan di level nasional sebelum menggunakan kedua elemen tersebut di level regional maupun internasional. Pasal 42-48 ILC 2001 bahwa Tanggung Jawab Negara mengandung prinsip Exhaustion of local remedies yang mana merupakan bentuk penghormatan atas suatu negara. Sebelum diajukan klaim/ tuntutan ke pengadilan internasional, langakah-langkah penyelesaian sengketa (local remedies) yang tersedia atau yang diberikan oleh negara tersebut harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted). Hal tersebut diberikan untuk memberikan kesempatan guna memperbaiki kesalahan dan mengurangi tuntutannya. Local remedies tidak berlaku manakala suatu negara telah bersalah terhadap pelanggaran langsung Hukum Internasional yang menyebabkan kerugian terhadap negara lainnya, misal: penyerangan terhadap diplomat.  Pr...

Hukum Internasional : Perkembangan Wilayah Hukum Laut Indonesia

a.        Sejak Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945) hingga 13 Desember 1957 Wilayah Indonesia sejak kemerdekaannya, 17 Agustus 1945, masih mengikuti Territoriale Zee En Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) tahun 1939, dimana lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah dari masing pantai pulau di Indonesia. Penetapan lebar wilayah ini tentu tidak mendukung konsep wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi hal ini lebih terasa lagi munculnya pergolakan dan pemberontakan daerah-daerah yang berlangsung di masa tersebut. Mengingat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia merupakan dorongan kuat untuk mewujudkan kemakmuran yang ada di seluruh wilayah, maka keinginan ini pun sedikit-demi sedikit bisa terwujud hingga sekarang (Soemarsono, dkk, 2001: 67). b.       Dari Deklarasi Juanda Sebagai tonggak kesatuan wilayah, pada tahun 13 desember 1957 Deklarasi Juanda mengukuhkannya, seper...