Hukum Pidana : Alasan Penghapus Pidana menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana Indonesia
Untuk mengawali pembahasan mengenai alasan penghapus
pidana, perlu dibahas dahulu mengenai elemen perbuatan pidana. Seseorang dapat
dikatakan melakukan suatu tindak pidana apabila perbuatan tersebut memenuhi
unsur delik, dan dapat dipertanggungjawabkannya suatu tindak pidana (melawan
hukum, dan merupakan perbuatan tercela).
Sebagai parameter apakah suatu perbuatan dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana, mengacu pada ada tidaknya alasan pembenar
dan atau alasan pemaaf. Suatau alasan pembenar yaitu alasan yang dapat
menghapuskan sifat “melawan hukum” dari suatu perbuatan. Antara lain :
Pembelaan terpaksa (pasal 49 KUHP), melaksanakan perintah undang-undang (pasal
50 KUHP) dan melaksanakan perintah jabatan (pasal 51 KUHP).
Sedangkan alasan pemaaf, adalah alasan yang
menghapuskan kesalahan si pembuat atau dalam kata lain pembuat kesalahan tidak
dapat dicela namun perbuatannya tetap melawan hukum. Alasan tersebut antara
lain : tidak mampu bertanggungjawab (pasal 44 KUHP), noodwear excess (pasal 49
ayat (2) KUHP), dan dengan iktikad baik melaksanakan perintah jabatan yang
tidak sah (pasal 51 ayat (2) KUHP).
Dengan demikian alasan penghapus pidana dapat
dikelompokkan menjadi
1.
Alasan Pembenar
a.
Pembelaan terpaksa (Ps. 49);
Dalam Pasal
49 ayat
(1) : "tidak dapat dipidana
seseorang yang melakukan perbuatan yang terpaksa dilakukan untuk membela
dirinya sendiri atau orang lain, membela peri kesopanan sendiri atau orang lain
terhadap serangan yang melawan hukum yang mengancam langsung atau seketika itu
juga".
Elemen dari adanya pembelaan terpaksa:
q Ada serangan
seketika
q Serangan
bersifat melawan hukum
q Pembelaan
merupakan keharusan
q Cara pembelaan
yang patut
Mengenai cara pembelaan yang patut
terdapat beberapa parameter :
à Prinsip
subsidaritas/keharusan
à Prinsip
proporsionalitas/ keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi dan yang
dilanggar
à Prinsip cupla in
causa / bukan karena
ulahnya sendiri
b.
Melaksanakan Undang Undang (Ps. 50);
Pasal 50 KUHP ”Barangsiapa
melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang, tidak dipidana”
c.
Melaksanakan Perintah Jabatan
(Ps. 51)
Pasal 51 ayat (1) : “barangsiapa
melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh
penguasa yang berwenang, tidak dipidana”.
2. Alasan Pemaaf
- Tidak mampu bertanggungjawab (Ps.44);
Pasal
44 KUHP :
(1) Barangsiapa
melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan
karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak
dipidana
(2) Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat
dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya
atau terganggu karena penyakit, maka Hakim dapat memerintahkan supaya organ itu
dimasukkan dalam rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu
percobaan.
Menurut Van
Hamel, ukuran
kemampuan bertanggung jawab seseorang dapat dilihat dari :
1. Mampu memahami secara sungguh-sungguh akibat dari
perbuatannya
2. Mampu menginsyafi bahwa perbuatan itu bertentangan
dengan ketertiban masyarakat
3.
Mampu menentukan kehendak berbuat
Terdapat beberapa metode untuk
menentukan apakah seseorang dapat/tidak dapat bertanggungjawab :
• Metode biologis à psikiater akan menyatakan
terdakwa sakit jiwa atau tidak;
• Metode psikologisà menunjukkan hubungan antara keadaan jiwa yang abnormal dengan perbuatannya;
• Metode campuran (metode biologis-psikologis)àmemperhatikan keadaan jiwanya, kemudian keadaan jiwa ini
dipernilai dengan perbuatannya untuk dinyatakan tidak mampu bertanggung jawab
Dalam hal ini KUHP menganut metode
campuran (biologis-psikologis) dan dalam penetapan pidana menggunakan sistem
deskriptif-normatif
- Noodweer excess (Ps. 49 ayt 2);
Noodweer excess adalah
nama lain dari pembelaan terpaksa yang melampaui batas. Disebutkan dalam Pasal 49 ayat
(2) “Pembelaan terpaksa yang melampaui
batas yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan
atau ancaman serangan itu, tidak dipidana”.
Sedangkan
syarat dari adanya pembelaan terpaksa yang melampaui batas adalah :
•
pembelaan itu perlu dan harus diadakan;
•
pembelaan melampaui batas dilakukan sebagai akibat
yang langsung dari kegoncangan jiwa yang hebat;
•
Antara kegoncangan jiwa tersebut dan serangan harus
ada hubungan kausal. Kegoncangan jiwa
yang hebat dikarenakan adanya penyerangan dan bukan karena sifatnya yang mudah
tersinggung
- Dengan etikad
baik melaksanakan
perintah jabatan tidak sah (Ps
51 ayt 2).
Pasal
51 ayat 2 “Perintah jabatan tanpa wenang,
tidak menghapuskan pidana, kecuali jika yang diperintah dengan itikad baik
mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaanya termasuk
dalam lingkungan pekerjaannya”.
Perbuatan
orang ini tetap bersifat melawan hukum, akan tetapi pembuatnya tidak dipidana,
apabila memenuhi syarat-syarat:
1.
Jika perintah yang pada kenyataanya tidak sah itu,
dikiranya perintah yang sah (secara patut
ia mengira bahwa perintah itu adalah sah/ dengan iktikad baik dikiranya perintah itu sah);
2.
Perintah itu terletak dalam lingkungan wewenang dari
orang yang diperintah.
3.
Pelaksanaan perintah itu ada dalam batas wewenangnya à Seorang
bawahan mengira bahwa perintah atasan
untuk memukul tahanan adalah sah maka ia_tetap dapat dipidana, karena memukul
seorang tahanan tidak termasuk wewenang dari seorang anggota polisi
Hiariej, Edy O.S.2016. Prinsip-prinsip Hukum Pidana
Comments
Post a Comment